Jangan Sedekah buat Kedzoliman

Ippho Santosa – ipphoright:

Sedekah ke pengemis di jalanan, boleh nggak? Di Jakarta dan kota-kota besar lainnya, hampir semua pengemis sudah tersistem. Terorganisir. Dilindungi preman dan oknum pejabat. Ini beneran.
Kayak franchise saja, pengemis-pengemis ini diberi ‘wilayah beroperasi’ dan harus membayar ‘royalti’ ke preman tertentu. Lalu, preman ini nyetor lagi ke oknum pejabat. Ya, tuh oknum pejabat serasa master franchise.
Siklus kezaliman ini terlihat kasat mata di kota-kota besar. Bukan kata orang. Terlihat bagaimana ‘pihak manajemen’ men-drop dan menjemput pengemis. Termasuk menyiapkan anak kecil untuk digendong. Saya sering sekali melihat prosesi ini di jalan-jalan.
Ketika Ramadhan, gerakan mereka pun semakin menjadi-jadi karena bisa mendapatkan uang sedekahan 3X atau 4x lebih besar.
Pernah memperhatikan bayi yang digendong itu? Selalu tidur pulas kan? Ya! Karena diberi obat tidur, obat bius, atau sejenisnya. Duh jahatnya. Logis saja, kebanyakan bayi akan rewel bila terkena terik matahari selama berjam-jam.

 

Asal tahu saja, pengemis biasa, tak akan bisa masuk seenaknya ke sebuah wilayah. Karena setiap wilayah sudah dipegang oleh preman dan oknum tertentu. Dengan kata lain, si pengemis hanya bisa beroperasi jika mau kongkalikong dengan preman dan oknum tersebut.
Sekiranya kita terus memberi dan ‘memakmurkan’ preman serta aparat tadi, maka kasihan sekali nasib bayi-bayi yang tak berdosa itu. Si pengemis? Mana mau tahu dia, toh itu bukan anaknya! Kebanyakan seperti itu!
Pengemis, preman, dan oknum yang tersistem adalah sebuah kezaliman. Ya, kezaliman. Kalau kita sudah tahu dan masih saja memberi, berarti ikut memakmurkan kezaliman. Lain halnya kalau kita belum tahu.
Terlepas dari itu, di Semarang, ada pengemis yang punya deposito di atas Rp 100 juta. Di Surabaya, ada pengemis yang punya mobil CRV. Di Kalsel, ada pengemis yang punya sedan. Dan masih banyak lagi publikasi tentang pengemis yang sebenarnya tajir-tajir. Googling saja. 
Mungkin ada baiknya kita berdonasi melalui lembaga-lembaga terpercaya saja, seperti Dompet Dhuafa (DD), ACT, DT, PPPA, BAZNAS, Yatim Mandiri, atau sejenisnya. Mereka teraudit. Publik pun bisa mengecek. Amanah insya Allah.
Be wise.